Pulang kampung atau mudik adalah satu
dari beragam tradisi orang Indonesia di saat merayakan hari raya, terutama
hari-hari besar keagamaan. Karena secara statistik kebanyakan orang Indonesia
adalah muslim, ada dua hari raya yang biasa menjadi agenda penting masyarakat
yaitu Idul Fitri atau Lebaran dan Idul Adha yang popular disebut Besar atau
hari raya qurban. Dari keduanya, kecenderungan umum melakukan perjalanan pulang
kampung adalah di kala Idul Fitri.
Tradisi Lebaran selalu menarik
perhatian karena melibatkan banyak sekali pihak dan perputaran uang yang dapat
mencapai nilai triliunan rupiah. Dari soal sarana dan prasarana transportasi,
keamanan lingkungan, para pengusaha yang menyiapkan Tunjangan Hari Raya,
pedagang asongan, keluarga di kampung sampai pemerintah daerah yang menjadi
tujuan para pemudik dan banyak pihak lainnya punya peran masing-masing. Pada
umumnya, semua pihak tersebut menyambut peristiwa ini dengan suka cita.
Tahun 2013 ini, peristiwa mudik
nasional ada yang cukup istimewa. Yakni kedatangan atau mungkin juga kepulangan
sejumlah orang perantau Indonesia dari berbagai negara di seluruh penjuru dunia
ke kampung halaman, Indonesia Raya. Mereka adalah para diaspora. Orang-orang
yang memiliki keterikatan batin dengan budaya dan kehidupan di kampung halaman.
Sekitar 2.000 orang dari 8 – 10 juta orang diaspora Indonesia akan mengikuti
satu acara yang diberi nama “Pulang Kampung” untuk menamai Kongres
II Diaspora Indonesia (2nd Congress of Indonesia Diaspora atau CID) di Jakarta Convention Center, 18 –
20 Agustus 2013. Penamaan yang sangat
tepat dengan suasana keindonesiaan saat itu. Yakni musim mudik massal Idul Fitri 1434H dan di
tengah perayaan umum Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke 68.
Menurut penuturan President of Diaspora
Indonesia, Mohammad Al-Arif, Diaspora Indonesia memiliki tiga kategori.
Mereka adalah Warga Negara Indonesia (WNI)
yang bertempat tinggal di negara lain, WNI yang telah menjadi Warga Negara Asing (WNA), dan warga negara asing tetapi memiliki afinitas
untuk Indonesia. Selanjutnya
ditambahkan pula bahwa ada lima pilar dalam
organisasi yang dipimpinnya, Indonesia Diaspora Network (Jejaring
Diaspora Indonesia) atau IDN yang
disepakati peserta CID I di Los Angeles, Amerika Serikat Juli 2012. Yaitu
sektor bisnis dan investasi, kegiatan sosial,
pertukaran pelajar, advokasi kebijakan dan jejaring profesi (profesional networking). Entah sebagai satu kesadaran atau suatu kebetulan,
lima pilar tersebut menyerupai dasar negara Republik Indonesia, Pancasila.
Besarnya potensi, perhatian dan kesadaran yang dimiliki
para diaspora Indonesia itu tidak serta merta mendapat sambutan positif di
tanah air. Hal ini dapat dicermati dari sedikitnya publikasi acara yang seolah
tertelan kemeriahan tradisi mudik lokal yang setiap tahun selalu dilirik dan
menjadi perhatian penting media massa. Sampai saat tulisan ini dibuat, belum
nampak adanya iklan dan bentuk-bentuk publikasi akbar yang menunjukkan betapa
besar dan pentingnya CID II itu. Hanya publikasi internal di situs : diaspora indonesia dan Kementrian Luar Negeri RI di sini yang telah memasangnya. Jika ada media massa
nasional yang mengangkat berita seputar acara Pulang Kampung ini, sifatnya
publikasi biasa dan berkesan dikemas seadanya.
Minimnya sambutan publik atas peristiwa yang sangat
bersejarah di tengah kemerosotan derajat kepercayaan masyarakat terhadap
organisasi-organisasi formal, IDN dengan CID II-nya adalah satu peluang besar,
kalau tidak dapat disebut raksasa di awal abad 21. Sebagai gambaran kecil,
ketika sebagian besar diaspora Indonesia di Amerika Serikat (AS) rata-rata
memiliki pendapatan/kapita/tahun sebesar US$ 59,000 ; Income/Capita penduduk AS
tercatat pada tingkat US$ 45,000. Sementara itu, Menko Ekuin, Hatta Radjasa menyebut angka US$ 4,000 untuk pendapatan per kapita Indonesia di tahun 2013.
0 komentar:
Posting Komentar