Foto: copas Musytarif Muhammad - Rekawan PMI Tulungagung |
Hari ini..
semua berharap
Akan ada yang lebih baik dari
Satu baris kecewa
yang terombang ambing
putus asa..
Karena manusia tlah
berpisah dari sikap adil
Beberapa twips yang masuk twitter saya jelang peringatan
Proklamasi Kemerdekaan ke 68 tahun 2013 ini berisi pandangan
pribadi-pribadi tentang keadaan aktual bangsa Indonesia. Satu diantaranya dari Pro.Moh. Mahfud MD yang isinya
: Untuk apa merdeka ?Agar
perikemanusiaan dan perikeadilan bisa kita nikmati. Kalau masih banyak
pelanggaran HAM dan ketidakadilan, berarti belum merdeka. Ada pula
yang berekpresi : Anak bangsa semestinya berbakti kpd Ibu Pertiwi, bukan
mendurhakainya. Dirgahayu negeriku! (Bang
Tom). INDONESIA
MERDEKA!!! RAKYATX BEBAS MERDEKA MENJAJAH BANGSA SENDIRI!!!HOREEE (Laila Febriantie). Merdeka
juga dari pemilik media yang jadi politisi dan paksa rakyat nonton iklan tak
bemutu. 68 tahun, cukuplah kita berada dalam bayang bayang dan ilusi kemerdekaan. Rakyat Indonesia sudah lelah berhayal sejahtera. Adil, makmur, dan sentosa itu cuma syair lagu yang tak pernah bisa menjadi nyata. (Rommy Rsy).
*****
Tentara Pelajar adalah satu kesatuan (laskar) perjuangan
kemerdekaan yang dibentuk dan diselenggarkan oleh para pelajar/ mahasiswa
secara sadar dan sukarela atas nasib bangsa yang tengah dijajah kembali oleh
bangsa asing (Belanda dan sekutu) setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 dikumandangkan oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pertama
kali memakai nama Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) Bagian Pertahanan sebagai
tindak lanjut Kongres Pelajar II Juli 1946 di Sitihinggil, Kompleks Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat. Anggotanya adalah para pelajar sekolah
menengah setingkat SMP dan SMA. Sebagian diantaranya mendapat pelatihan
kemiliteran dari para senior yang ada di Peta, Heiho dan laskar perjuangan
lain. Tapi ada kuga yang dikirim sebagai wakil sekolah untuk mendapat pelatihan
dasar kemiliteran dan kepalangmerahan di Militaire Academie (MA) Kotabaru
Yogyakarta. Beberapa cerita ada di
sini
Pak Ign. Somadi, mantan TP dan pensiunan guru |
Pak Sidik Demak, mantan TP yang terlantar |
Sidik yang merupakan mantan pejuang kemerdekaan yang tergabung
dalam Tentara Pelajar, memasuki sembilan puluh tahun lebih. Warga Desa
Brumbung, Kecamatan Mranggen, ini telah pikun dan sering keluar rumah
sendirian, tak jarang ia juga membawa senjata tajam sehingga membahayakan
dirinya sendiri dan orang lain. Kakek belasan cucu dan lima anak ini
juga sulit diajak berkomunikasi, selain fungsi pendengarannya telah berkurang,
kenangan masa perjuangan begitu lekat di ingatannya. Hampir semua jenis
pertanyaan selalu dijawab dengan cerita kegigihan para pejuang untuk
memperebutkan kemerdekaan.
Pertempuran lima hari di Semarang merupakan peristiwa yang paling
diingat, karena banyak rekan-rekan seperjuangannya yang gugur, beruntung saat
itu ia bersama sejumlah pejuang lainnya berhasil selamat setelah mundur sementara
dari medan perang. Baca juga mengenang perjalanan Sie Rusmin masuk kota Semarang(pen).Meski
telah mempertaruhkan nyawanya untuk mengusir penjajah, tak serta merta ia
mendapatkan penghidupan yang layak setelah kemerdekaan, tak mudah baginya untuk
mendapatkan gaji pensiun veteran.
Surat keputusan Departemen Pertahanan tentang gelar kehormatan
pejuang yang diperoleh pada tahun 1951 juga tidak lantas membuatnya langsung
mendapatkan gaji pensiun veteran, baru sekitar 17 tahun terakhir ia mendapatkan
tunjangan hari tua untuk para pejuang, itupun melalui proses berbelit yang
sangat lama dan menelan biaya besar. Bahkan rumah dan sawah telah dijual untuk
mengurus dana pensiun tersebut. Kisah pilu mantan pejuang kemerdekaandi Demak.
Banyak cerita serupa yang dialami oleh para pejuang kemerdekaan
Bangsa Indonesia. Meski Bung Karno menyatakan jargon jas merah, jangan
(pernah) melupakan sejarah. Tapi cerita pilu Pak Sidik dan yang lain seolah
tiada pernah ada upaya serius dari pemerintah baik melalui dinas sosial dan
khususnya Kantor Administrasi Veteran (Kaminvet) yang ada di Kabupaten/Kota.
Kasus penelantaran dan penghilangan administrasi di Kaminvet sudah sering
terjadi entah disengaja atau tidak. Bahkan kejadiannya menimpa orang yang
mendirikan dan aktif dalam Batalyon Veteran dan Demobilisan (Yonved) sebagai
cikal bakal LVRI (Legiun Veteran RI).
Kisah-kisah: Mantan pejuang hidup tak layak di hutan ; Catatan pilu kemerdekaan di mata mantan para veteran atau Kami Sekarang Hidup Susah adalah bagian
kecil dari ketidakmampuan pemerintah mengelola administrasi negara. Banyak yang asli
pejuang ditelantarkan, tapi yang aspal (asli
sertifikat, palsu perbuatan) atau benar-benar palsu (karena
punya sertifikat asli, tapi tak pernah dikenal di lingkungan komunitas yang
jadi bahan cerita untuk kesaksian dalam kisah perjuangannya) justru mendapat
tempat terhormat.
Membedakan pejuang asli, aspal atau palsu sebenarnya cukup mudah.
Yang asli senantiasan menjaga sikap mandiri (merdeka) secara ekonomi, sosial
maupun politik. Dan tak pernah mau dibelas-kasihani. Sementara itu, yang aspal
dan palsu mudah dikenali dari kebiasaannya mengumbar cerita dari suatu
peristiwa yang tak pernah dialami serta menyukai formalitas yang atributif.
0 komentar:
Posting Komentar