|
Foto: Rasimun |
Ditinjau dari tujuan
utama, kebijakan kota vokasi adalah untuk
peningkatan akses
dan mutu SMK yang lebih besar, serta memadukan antara pendidikan kejuruan
dengan pengembangan tata kota dengan mengutamakan pengembangan sektor ekonomi
wilayah kabupaten/kota (Economic Development).
Mengangkat faktor unik (benchmark)
wilayah dan menumbuh-kembangkan wirausaha serta mengundang investor. Dari sini
kita akan menarik satu garis besar dan tebal yang berujung pada peningkatan
kapabilitas lokal dalam keragka peningkatan kapasitas perkenomian nasional yang
disebut Gross Domestic Product (GDP).
GDP atau Produk Domestik Bruto (PBD)
adalah satu pendekatan ekonomi yang dipakai untuk mengukur volume produksi
barang dan jasa secara total dalam rentang waktu tertentu di sebuah negara. Di
dalamnya ada unsur asing dan lokal. Jika unsur asing disisihkan akan diketahui
nilai total kapasitas ekonomi yang dihasilkan oleh warga negara tersebut. Singkat
kata, GDP adalah satu dari banyak indikator ekonomi umum.
Satu tujuan utama kebijakan kota vokasi
adalah mengangkat sisi unik wilayah (kabupaten/ kota) tsb sebagai pemicu (trigger) dalam kerangka pembangunan
ekonomi wilayah yang memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya wirausaha serta
iklim investasi daerah. Dalam beberapa tulisan di situs yang lain, saya
menuliskan pentingnya kebijakan pembangunan ekonomi daerah ditopang oleh
kegiatan ekonomi berbasis masyarakat dan potensi kreatif warganya. Artinya,
pendekatan OVOP dan Ekonomi
Tabel 1. Kinerja Inovasi
Indonesia
|
Copas:faisalbasri01.wordpress.com
Kreatif dapat dipilih satu diantara atau
keduanya sekaligus dengan memperhatikan syarat dan ketentuan baku.
Mengangkat sisi unik sebuah daerah dapat
dilakukan dengan kajian khusus semacam lomba Riset Unggulan Daerah untuk OVOP
kerajinan pandan yang telah dilakukan dan tengah disusun program aksinya di
Kabupaten Kebumen sejak tengah tahun 2013. Dapat juga dengan memanfaatkan
potensi lain semisal keberadaan LIPI dan Laboratorium Geologi Lapangan ITB di
Karangsambung yang tengah menguji secara ilmiah keterkaitan situs geologi
terlengkap di dunia itu sebagai gerbang menuju Kota Atlantis yang legendaris.
Dalam konteks penerapan kebijakan kota
vokasi di Kabupaten Kebumen misalnya, semestinya ada sinkronisasi langkah
dengan hasil kajian OVOP di atas. Sayangnya, masyarakat umum mengalami
kesulitan besar untuk mengakses hasil kaji ilmiah ini baik di situs pemerintah
kabupaten maupun Bapeda. Hal serupa juga terjadi di tingkat pusat. Untuk
memperoleh data primer, kita harus melakukan konfirmasi ke Sekretariat OVOP
yang tidak punya situs khusus. Data yang dapat diakses hanya bersifat
departemental di beberapa kementerian. Yang sangat ironis adalah data nasional
program yang banyak dikelola oleh Kementerian Koperasi dan UMKM justru tidak
tersedia secara layak.
AFTA akan masuk dalam kehidupan masyarakat
Indonesia dalam hitungan hari, tapi tanda-tanda yang mengarah pada upaya nyata
mitigasi (pencegahan atas kemungkinan menjadi bencana) di Kabupaten Kebumen
khususnya belum nampak sama sekali. Pelaksanaan kebijakan kota vokasi yang
telah dideklarasikan sejak 2012 masih terfokus menambang pekerja kontrak (outsourcing) yang dalam jangka tiga
sampai 12 bulan berpotensi menjadi faktor pemacu bertambahnya jumlah
pengangguran terbuka di daerah asal. Dalam perkembangannya, kondisi ini akan
menjadi bom waktu yang dampaknya sangat luas.
Di arena AFTA, daya
saing Indonesia dilihat dari sisi kinerja inovasi (tabel 1) menunjuk posisi di
bawah negara pesaing utama yakni Malaysia (34); Thailand (57); Vietnam (76) dan
Philipine (95). Dibanding Singapore (3) kita kalah jauh. Realita ini jika
disikapi dengan cara biasa (business is
usual) jelas akan menjadi bencana kemanusiaan. Apalagi merujuk pada besaran
koefisien Gini (disparitas pendapatan atau jurang kaya - miskin) yang cenderung
membesar 0.37 di tahun 2009 menjadi 0,42
pada 2012.
|
0 komentar:
Posting Komentar