Keberadaan media sosial sebagai lahan
ekspresif pribadi maupun komunitas telah diketahui dan dibahas oleh banyak
orang. Beberapa diantaranya sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama
Facebook, Twitter, blog (termasuk blog Detik yang termasuk kategori weblog)
dan banyak lagi. Dalam grup Google, selain blogspot yang telah lama dikenal
luas, beberapa tahun terakhir mengembangkan g+ yang nampaknya ingin
bersaing dengan beberapa media sosial sekaligus. Popularitas g+ memang belum sebesar Facebook atau
Twitter. Di masa depan, situs media sosial ini berpeluang besar menggeser
popularitasnya akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kualitas produk
Google lainnya, blogspot dan picasa.
Tulisan ini tidak akan membahas hal-hal teknis situs g+ tapi mengenai
kemanfaatan bagi pengguna sebagai lahan ekspresif.
Pada dasarnya, manusia suka mencoba hal baru terutama pemilik akun Google.
Mulai dari surel (surat elektronik
atau e mail), situs penyimpanan gambar (foto khususnya), situs video terpopular
YouTube, peta dunia, penerjemah
langsung dan banyak lagi jenis layanan dasar yang disediakan oleh simbah Google ini. Sementara itu, dalam
g+ sendiri terdapat sejumlah layanan yang menarik diantaranya adalah komunitas.
Di dalamnya terdapat dua pilihan, sebagai komunitas pribadi atau publik. Komunitas
publik akan terbuka untuk semua orang di seluruh penjuru dunia. Sedangkan dalam komunitas pribadi hanya untuk anggota yang diundang yang dapat bergabung dengan
komunitas dan melihat apa yang dibagikan. Begitu keterangan yang muncul
pertama kali ketika kita akan membuat sebuah komunitas g+. Keterangan rinci
bisa anda dapatkan langsung saat memasuki proses pembuatannya.
Semakin masuk di dalam komunitas g+
ini, banyak hal menarik yang bisa kita dapatkan. Ada 21 kotak di bawah judul
komunitas yang berlaku sebagai kategori tematik dan 10 kotak taut yang dapat
kita isi dengan alamat dan situs pilihan di bawah keterangan tentang identitas
komunitas. Pada bagian arus alir (streaming)
yang diawali kalimat bagikan kabar anda,
ada 5 pillihan cara berbagi sesuai keinginan kita. Ada kolom teks yang dapat
diisi pesan pendek atau kalimat panjang beberapa paragraf seperti di Facebook.
Kolom lain yaitu foto, tautan, video dan acara
dapat diisi penjelasan singkat atau panjang lebar tentang kabar yang
akan kita bagikan. Singkat kata, banyak kemudahan yang kita peroleh dalam
memanfaatkan fasilitas gratis Google ini untuk menuangkan ide-ide kreatif,
berdiskusi atau berbagi informasi lainnya.
Dalam beberapa tulisan, saya telah mencoba menawarkan tema ekonomi
kreatif sebagai pilihan mengembangkan ekonomi kewilayahan berbasis kegiatan dan
sumber daya manusia kreatif baik secara terpisah maupun dengan OVOP. Tulisan
pertama: Antara Ekonomi Kreatif dan OVOP Bagian I memaparkan gambaran umum
tentang peluang dan tantangan di Indonesia. Sementara pada Bagian II
menggambarkan satu upaya realisasi dalam bentuk sebuah festival multi event.
Menyadari bahwa gagasan menerapkan konsep ekonomi kreatif dalam kehidupan
masyarakat kita saat ini akan mengalami banyak kendala formal, structural
maupun kultural, saya coba membuat sebuah komunitas di Goggle+ dengan nama Indonesia Creatif Economy Forum (ICEF)
beberapa hari terakhir.
Alasan utama memilih di lapak mesin penelusuran (search engine)
terpopular di dunia maya saat ini, Google, sebenarnya adalah untuk
menggiring opini para blogger yang biasanya
menyimpan energi lebih soal argumentasi dan daya kreatif. Meski begitu,
saya juga memahami faktor kultural masyarakat
kita dapat menjadi kendala dalam mengembangkan
gagasan-gagasan kreatif dari mereka. Kedua, di lapak ini masih terbuka peluang
yang sangat lebar untuk mengemukakan gagasan karena peminatnya relatif lebih sedikit dibanding jejaring sosial seperti
Facebook, twitter dan laman khusus jurnalisme warga semacam kompasiana.com. Saya
tidak ingin membahas lebih panjang tentang g+ karena kapasitas sangat terbatas.
Gagasan membuat forum ekonomi kreatif di Indonesia (ICEF) karena ada
keyakinan bahwa di antara jutaan pengguna internet di Indonesia, terdapat lebih
banyak orang yang peduli akan nasib dan masa depan bangsanya ketimbang yang
acuh atau apatis. Soal orientasi pemikiran dan gaya bahasa yang dipilih adalah adalah aset raksasa yang acapkali terbalut pola yang sangat unik. Dalam forum ini, pola itu diharapkan dapat menjadi kerangka di mana isi
mengungguli bentuk.
Sekadar mengingatkan kembali, ekonomi kreatif adalah serangkaian
kegiatan produksi dan distribusi barang
maupun jasa yang dikembangkan melalui penguasaan informasi, pengetahuan dan
kreatifitas. Ekonomi kreatif sangat mengandalkan diri pada proses penciptaan
dan transaksi nilai. Artinya, aspek
sumber daya manusia (bakat/ talenta), teknologi,
keberagaman budaya dan pasar yang kritis (critical mass) adalah ekosistem
yang sangat dibutuhkan. Bangsa Indonesia memiliki semua syarat dan ketentuan
itu, kecuali ekosistem yang harus dibangun secara perlahan dan kokoh. Dimulai
dari pusat-pusat pengembangan kreatifitas: Bandung, Jogja dan Bali yang telah
menghadirkan ekosistem ekonomi kreatif dan dapat dijadikan jalur utama
pengembangan di kota-kota yang dilalui atau sekitarnya.
Ada 15 (14 telah
diformalkan oleh Pemerintah RI) subsektor ekonomi kreatif:
- Kerajinan,
- Seni pertunjukan,
- Busana (fesyen),
- Musik,
- Desain,
- Arsitektur,
- Pasar barang seni,
- Layanan komputer dan piranti lunak,
- Video-film dan fotografi,
- Periklanan,
- Televisi dan Radio,
- Permainan Kreatif,
- Penerbitan dan Percetakan,
- Riset dan Pengembangan serta
- Kuliner.
Dari semua subsektor itu, riset dan pengembangan adalah sub sektor integratif. Bisa dilakukan bersama oleh sejumlah subsektor lain atau beberapa kota/wilayah sekaligus. Kendala utama penyelenggaraan sub sektor riset dan pengembangan lebih disebabkan kendala kultural ketimbang material (tenaga, saran dan prasarana). Bagi orang atau masyarakat kreatif berlaku “tiada rotan, akarpun jadi”. ICEF bisa jadi ruang obrolan sersan (serius tapi santai) mayor (utama, sesuai tema besar tertentu). Dalam ketentaraan, sersan mayor adalah pangkat tertinggi sebelum perwira.
Dengan analogi
ini, Indonesia Creative Economy Forum (ICEF) memang bukan forum pakar yang bisa berpolemik dengan analisis rinci
dan pendekatan terdepan. Forum ini adalah jembatan menuju satu titik yang
sejenis dengan forum pakar yang belum terpikirkan jenis, nama dan lapaknya.
Karena gagasan dasarnya memang terinspirasi dari komunitas BIL- Beginner and Intermediate Lounge di
situs BBO (Bridge Base Online). Dengan kata lain, ICEF adalah
komunitas diskusi ekonomi kreatif Indonesia untuk orang-orang yang “merasa” di
tingkat pemula dan menengah. Bukan Advaced
(lanjutan), expert (ahli) dan apalagi world class (kelas dunia). Atau lebih tepatnya dapat menjadi media berlatih bagi
pendatang baru (novice) yang belum
mengenal sama sekali atau sedikit mengetahui sub-sub sektor
dalam kegiatan ekonomi
kreatif.
Seperti pada BIL
di BBO, ICEF di g+ menghadirkan segmen bimbingan teknis oleh para kakak kelas di tingkat lanjut dan
pakar.Idealnya, setiap sub sektor diisi oleh 3 moderator. Tugas utama moderator adalah mengawal proses perjalanan diskusi sampai
tersusun rekomendasi yang mudah-mudahan bisa dibawa kepada pemangku kepentingan
(stakeholder), khususnya para pengambil keputusan formal (Pemerintah dan Dewan)
di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional. Khusus untuk sub sektor
kerajinan, rekomendasi yang dihasilkan dari forum diskusi tersebut
akan diteruskan ke Kemenegkop dan UKM atau Kemenegparkref melalui jalur Himpunan Perajin Anyaman Indonesia Hipando.
Karena itu,
selaku pengelola utama (tertulis di g+ sebagai “pemilik”), saya mengajak para blogger dan seluruh warga bangsa Indonesia agar dapat
memanfaatkan forum ini untuk dua hal penting.
Pertama, menggali dan mengembangkan
potensi kreatif individu Bangsa Indonesia dalam mewujudkan hak warga negara
di bidang ekonomi. Kedua, memanfaatkan
momentum “trending era” ekonomi
dunia akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi berdasarkan kriteri umum.
Kreativitas adalah anugerah tertinggi kepada manusia dari Tuhan Maha Pencipta.
Sayang kalau diabaikan, apalagi dimatikan. Selamat bergabung dan mari kita wujudkan era ekonomi baru di Indonesia
tercinta. Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar