Senin, 26 Agustus 2013

Menggagas Forum Diskusi Kreatif di Komunitas g+


Keberadaan media sosial sebagai lahan ekspresif pribadi maupun komunitas telah diketahui dan dibahas oleh banyak orang. Beberapa diantaranya sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama Facebook, Twitter, blog (termasuk blog Detik yang termasuk kategori weblog) dan banyak lagi. Dalam grup Google, selain blogspot yang telah lama dikenal luas, beberapa tahun terakhir mengembangkan g+ yang nampaknya ingin bersaing dengan beberapa media sosial sekaligus. Popularitas g+ memang belum sebesar Facebook atau Twitter. Di masa depan, situs media sosial ini berpeluang besar menggeser popularitasnya akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kualitas produk Google lainnya, blogspot dan picasa. Tulisan ini tidak akan membahas hal-hal teknis situs g+ tapi mengenai kemanfaatan bagi pengguna sebagai lahan ekspresif.

Pada dasarnya, manusia suka mencoba hal baru terutama pemilik akun Google. Mulai dari surel (surat elektronik atau e mail), situs penyimpanan gambar (foto khususnya), situs video terpopular YouTube, peta dunia, penerjemah langsung dan banyak lagi jenis layanan dasar yang disediakan oleh simbah Google ini. Sementara itu, dalam g+ sendiri terdapat sejumlah layanan yang menarik diantaranya adalah komunitas. Di dalamnya terdapat dua pilihan, sebagai komunitas pribadi atau publik. Komunitas publik akan terbuka untuk semua orang di seluruh penjuru dunia. Sedangkan dalam komunitas pribadi hanya untuk anggota yang diundang yang dapat bergabung dengan komunitas dan melihat apa yang dibagikan. Begitu keterangan yang muncul pertama kali ketika kita akan membuat sebuah komunitas g+. Keterangan rinci bisa anda dapatkan langsung saat memasuki proses pembuatannya.

Semakin masuk di dalam komunitas g+ ini, banyak hal menarik yang bisa kita dapatkan. Ada 21 kotak di bawah judul komunitas yang berlaku sebagai kategori tematik dan 10 kotak taut yang dapat kita isi dengan alamat dan situs pilihan di bawah keterangan tentang identitas komunitas. Pada bagian arus alir (streaming) yang diawali kalimat bagikan kabar anda, ada 5 pillihan cara berbagi sesuai keinginan kita. Ada kolom teks yang dapat diisi pesan pendek atau kalimat panjang beberapa paragraf seperti di Facebook. Kolom lain yaitu foto, tautan, video dan acara   dapat diisi penjelasan singkat atau panjang lebar tentang kabar yang akan kita bagikan. Singkat kata, banyak kemudahan yang kita peroleh dalam memanfaatkan fasilitas gratis Google ini untuk menuangkan ide-ide kreatif, berdiskusi atau berbagi informasi lainnya.

Dalam beberapa tulisan, saya telah mencoba menawarkan tema ekonomi kreatif sebagai pilihan mengembangkan ekonomi kewilayahan berbasis kegiatan dan sumber daya manusia kreatif baik secara terpisah maupun dengan OVOP. Tulisan pertama: Antara Ekonomi Kreatif dan OVOP Bagian I memaparkan gambaran umum tentang peluang dan tantangan di Indonesia. Sementara pada Bagian II menggambarkan satu upaya realisasi dalam bentuk sebuah festival multi event. Menyadari bahwa gagasan menerapkan konsep ekonomi kreatif dalam kehidupan masyarakat kita saat ini akan mengalami banyak kendala formal, structural maupun kultural, saya coba membuat sebuah komunitas di Goggle+ dengan nama Indonesia Creatif Economy Forum (ICEF) beberapa hari terakhir.

Alasan utama memilih di lapak mesin penelusuran (search engine) terpopular  di dunia maya saat ini, Google, sebenarnya adalah untuk menggiring opini para blogger yang biasanya menyimpan energi lebih soal argumentasi dan daya kreatif. Meski begitu, saya juga memahami faktor kultural  masyarakat kita dapat menjadi kendala dalam mengembangkan gagasan-gagasan kreatif dari mereka. Kedua, di lapak ini masih terbuka peluang yang sangat lebar untuk mengemukakan gagasan karena peminatnya relatif lebih sedikit dibanding jejaring sosial seperti Facebook, twitter dan laman khusus jurnalisme warga semacam kompasiana.com. Saya tidak ingin membahas lebih panjang tentang g+ karena kapasitas sangat terbatas.

Gagasan membuat forum ekonomi kreatif di Indonesia (ICEF) karena ada keyakinan bahwa di antara jutaan pengguna internet di Indonesia, terdapat lebih banyak orang yang peduli akan nasib dan masa depan bangsanya ketimbang yang acuh atau apatis. Soal orientasi pemikiran dan gaya bahasa yang dipilih  adalah adalah aset raksasa yang acapkali  terbalut pola yang sangat unik. Dalam forum ini, pola itu diharapkan dapat menjadi kerangka di mana isi mengungguli bentuk.   

Sekadar mengingatkan kembali, ekonomi kreatif adalah serangkaian kegiatan  produksi dan distribusi barang maupun jasa yang dikembangkan melalui penguasaan informasi, pengetahuan dan kreatifitas. Ekonomi kreatif sangat mengandalkan diri pada proses penciptaan dan transaksi nilai. Artinya, aspek sumber daya manusia (bakat/ talenta), teknologi, keberagaman budaya dan pasar yang kritis (critical mass) adalah ekosistem yang sangat dibutuhkan. Bangsa Indonesia memiliki semua syarat dan ketentuan itu, kecuali ekosistem yang harus dibangun secara perlahan dan kokoh. Dimulai dari pusat-pusat pengembangan kreatifitas: Bandung, Jogja dan Bali yang telah menghadirkan ekosistem ekonomi kreatif dan dapat dijadikan jalur utama pengembangan di kota-kota yang dilalui atau sekitarnya.  


Ada 15 (14 telah diformalkan oleh Pemerintah RI) subsektor ekonomi kreatif: 
  1. Kerajinan, 
  2. Seni pertunjukan, 
  3.  Busana (fesyen), 
  4. Musik, 
  5. Desain, 
  6. Arsitektur, 
  7. Pasar barang seni, 
  8. Layanan komputer dan piranti lunak, 
  9. Video-film dan fotografi, 
  10. Periklanan, 
  11. Televisi dan Radio, 
  12. Permainan Kreatif, 
  13. Penerbitan dan Percetakan, 
  14. Riset dan Pengembangan serta 
  15. Kuliner. 

Dari semua subsektor itu, riset dan pengembangan adalah sub sektor integratif. Bisa dilakukan bersama oleh sejumlah subsektor lain atau beberapa kota/wilayah sekaligus. Kendala utama penyelenggaraan sub sektor riset dan pengembangan lebih disebabkan kendala kultural ketimbang material (tenaga, saran dan prasarana). Bagi orang atau masyarakat kreatif berlaku “tiada rotan, akarpun jadi”. ICEF bisa jadi ruang obrolan sersan (serius tapi santai) mayor (utama, sesuai tema besar tertentu). Dalam ketentaraan, sersan mayor adalah pangkat tertinggi sebelum perwira.

Dengan analogi ini, Indonesia Creative Economy Forum (ICEF) memang bukan forum pakar yang bisa berpolemik dengan analisis rinci dan pendekatan terdepan. Forum ini adalah jembatan menuju satu titik yang sejenis dengan forum pakar yang belum terpikirkan jenis, nama dan lapaknya. Karena gagasan dasarnya memang terinspirasi dari komunitas BIL- Beginner and Intermediate Lounge di situs BBO (Bridge Base Online). Dengan kata lain, ICEF adalah komunitas diskusi ekonomi kreatif Indonesia untuk orang-orang yang “merasa” di tingkat pemula dan menengah. Bukan Advaced (lanjutan), expert (ahli) dan apalagi world class (kelas dunia). Atau lebih tepatnya dapat menjadi media berlatih bagi pendatang baru (novice) yang belum mengenal sama sekali atau sedikit mengetahui sub-sub sektor dalam kegiatan ekonomi kreatif.

Seperti pada BIL di BBO, ICEF di g+ menghadirkan segmen bimbingan teknis  oleh para kakak kelas di tingkat lanjut dan pakar.Idealnya, setiap sub sektor diisi oleh 3 moderator. Tugas utama moderator adalah mengawal proses perjalanan diskusi sampai tersusun rekomendasi yang mudah-mudahan bisa dibawa kepada pemangku kepentingan (stakeholder), khususnya para pengambil keputusan formal (Pemerintah dan Dewan) di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional. Khusus untuk sub sektor kerajinan, rekomendasi yang dihasilkan dari forum diskusi tersebut akan diteruskan ke Kemenegkop dan UKM atau Kemenegparkref melalui jalur Himpunan Perajin Anyaman Indonesia Hipando.


Karena itu, selaku pengelola utama (tertulis di g+ sebagai “pemilik”), saya mengajak para blogger dan seluruh warga bangsa Indonesia agar dapat memanfaatkan forum ini untuk dua hal penting. Pertama, menggali dan mengembangkan potensi kreatif individu Bangsa Indonesia dalam mewujudkan hak warga negara di bidang ekonomi. Kedua, memanfaatkan momentum “trending era” ekonomi dunia akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi berdasarkan kriteri umum. Kreativitas adalah anugerah tertinggi kepada manusia dari Tuhan Maha Pencipta. Sayang kalau diabaikan, apalagi dimatikan. Selamat bergabung dan mari kita wujudkan era ekonomi baru di Indonesia tercinta. Semoga.  

0 komentar:

Posting Komentar