Mencari ha-hal unik di sebuah acara berbalut promosi produk rokok yang satu ini cukup sulit juga. Suasana keramaiannya memang sangat terasa dengan adanya panggung besar di tengah lapangan sepakbola alun-alun kota Kebumen yang selama ini jadi tempat favorit warga. Diiringi satu lagu berirama reggae yang cukup manis dan enak didengar telinga, saya masuk ke dalam suasana Pesta Sepeda itu, Minggu 25 Agustus 2013. Keramaian yang sebenarnya ingin saya nikmati sebagai suasana hari bebas kendaraan bermotor (car free day) untuk pertama kalinya. Sayang sekali, keinginan itu belum terwujud dan berganti suasana pesta komunitas penggemar sepeda di Kabupaten Kebumen dan sekitarnya.
Peserta Pesta Sepeda tengah pulang ke rumah |
Satu kebiasaan di lapangan, kaki
ini tak ingin berhenti melangkah sebelum lelah. Tak ingat lagi jumlah putaran,
sambil melangkah dan terus menatap ke segala arah, hati ini seakan menyuruh
kaki berhenti di satu titik beberapa langkah di depan. Sambil bersapa ria
dengan kenalan dan tanpa diduga saya menemukan seorang yang selama beberapa
bulan belakangan ini ingin ditemui.
Gaya dan penampilan sang
pendongeng anak yang pernah didaulat untuk bercerita di depan 11.000 murid
Taman Kanak-kanak ini di satu obyek wisata sejarah, benteng van der Wijck, masih sama seperti sedia kala. Ceria dan apa
adanya. Memang tak sepolos saat pertama bertemu di arena Gelar Panggung Teater
I, Ucok
Hasbie, nama panggilan di
komunitas pekerja seni teater Kebumen buat sang pendongeng yang bernama asli
Hasbilah Rifa’i ini.
Menu pembuka obrolan tentu soal
kesehatan diri dan teman-teman. Sepanjang lebih dari tiga tahun tak bertemu,
Ucok yang punya suara khas menggelegar di atas panggung, kian menekuni dunia
pendidikan. Sejak setahun terakhir, ia tak lagi jadi guru bantu khusus bidang
seni drama di satu SD Islam terkenal di
kota Kebumen. Katanya ingin lebih mendalami dunia yang semula sangat
awam bagi alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini. Ketika diberi tawaran seorang
kenalan untuk melakukan hal sama di lingkungan perguruan Muhammadiyah Gombong,
kesempatan itu tak disia-siakan. Jarak yang cukup jauh dari rumah tinggalnya di
desa Candiwulan, sekitar 5 km di sisi Timur kota Kebumen, tak jadi kendala.
“Kapan lagi ada kesempatan emas seperti
ini mas ?”, seolah Ucok ingin menjelaskan alasan kepindahannya.
Menikmati kebersamaan yg tlah lama hilang |
Gaya sang pendongeng, Ucok Hasbilah Rifai |
Kabupaten Kebumen adalah satu dari tiga kabupaten termiskin di Provinsi Jawa Tengah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2009, angka penduduk miskin berada pada tingkat
25,71% dan cukup jauh dari angka rata-rata Provinsi Jawa Tengah yang berada
pada tingkat 17,48%. Sedikit di atas
Kabupaten Wonosobo (25,91%) dan Rembang (25,86). Target menurunkan angka itu
menjadi 15,45% di akhir periode kepemimpinan Bupati Buyar Winarso dan Djuwarni
di tahun 2015 ini nampaknya cukup sulit terwujud mengingat sedikitnya
akselerasi pembangunan yang mengedepankan upaya-upaya mandiri. Dengan komposisi
pengeluaran rutin dibanding pengeluaran pembangunan yang masih berada dalam
kisaran 70 : 30 persen, target di atas berkesan sangat
ambisius dan tidak rasional.
Bincang kecil dengan Ucok Hasbi selalu
membawa semangat baru seperti halnya ia memotivasi anak-anak dengan cerita-cerita
yang beragam tema. Pernah diajak menyusun dan menyampaikan upaya pemeliharaan
lingkungan oleh kantor KLH setempat selama beberapa bulan dengan sasaran utama
murid-murid TK se kabupaten. Ia dan teman lain dari komunitas pekerja seni
teater tetap menjaga komitmen untuk senantiasa berupaya mengembangkan
kegiatan seni budaya, khususnya drama baik tradisional maupun kontemporer
dengan atau tanpa kehadiran saya. Atau dengan atau tidak adanya keterlibatan
Dewan Kesenian Daerah serta Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Kebumen.
Semangat membangkitkan
minat dan gairah berkesenian bagi masyarakat Kabupaten Kebumen terutama di
lingkungan sekolah dan perguruan terus berlangsung sampai ke generasi kedua.
Meski masih didominasi oleh alumni Jogja, terutama dari Sanggar Ilir Ikatan
Mahasiswa Kebumen di Yogyakarta atau Imakta dan Teater
Ego yang dipimpin oleh Putut AS. Dalam pentas ini, kata Ucok Hasbie,
mereka hanya berlatih bersama dalam dua kali pertemuan di aula PGRI yang selama
ini seolah jadi basecamp pegiat budaya.Kegigihan Eko
Sadjarwo, guru dan pegiat budaya mempertahankan gedung itu
untuk memfasilitasi kegiatan apresiasi seni dan budaya yang non komersial, non
politik sektarian dan non blok, kata Ucok menyeringai khas. Seolah mengingatkan
saya atas komitmen tadi.
Dari bincang kecil dengan
sang pendongeng ini akhirnya muncul nada sumbang, masalah
klasik berkait dengan beberapa hal yang berawalan non di atas. Latah
dan hedonistik ketika dimunculkan gagasan untuk
membentuk komunitas pendongeng, keluh Ucok. Istilah apalagi yang harus
saya sebut selain "kembali ke
janji kita di awal bertemu". Kalau kamu ikut arus, hanyut. Bertahan di jalur awal sambil
menguatkan diri dan berpegang pada janji, perjalanan ini akan terus
bergulir dengan
segala pernak-perniknya. Selamat buat pak guru Hasbilah Rifa'i, pekerja seni
teater dan pendongeng anak nan kreatif serta energik. Kami selalu mendukung
langkahmu memperjuangkan suara hati kecilmu.
0 komentar:
Posting Komentar