Kota Vokasi merupakan trend baru dalam dunia
pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan kejuruan. Setelah ditetapkan
tahun 2007, trend kepesertaannya terus meningkat. Ini sebagai program by pass
yang bertujuan menjembatani berbagai unsur dalam pasar tenaga kerja. Inti
program ada tiga, sebagai pusat
pendidikan kejuruan, penyedia tenaga kerja yang mumpuni dan pusat pengembangan
ekonomi berbasis potensi lokal. Dari berbagai sumber yang berhasil
dikumpulkan, dampak penerapan program kota vokasi menyebabkan proporsi jumlah
sekolah menengah kejuruan meningkat pesat menjadi 60 – 80% dibanding sekolah
menengah umum yang berada di kisaran 20 – 40%.
Dampak yang paling nyata dari penerapan program
ini adalah penyusutan secara drastis jumlah peserta didik di sekolah-sekolah
umum baik negeri, khususnya di SMA swasta. Memang belum ada data pembanding
yang memadai untuk memaparkan hal ini. Tapi
dari bincang informal dengan beberapa guru di sejumlah SMA Negeri di wilayah luar
pusat pemerintahan di Kabupaten Kebumen Provinisi Jawa Tengah misalnya, setelah
deklarasi kota vokasi ada penurunan minat bersekolah di SMA yang cukup terasa
dampaknya bagi sekolah-sekolah umum tersebut. Di sisi lain, di sebuah SMK
swasta, rerata setiap angkatan ada yang mencapai lebih dari 15 kelas dengan
jumlah peserta didik sekitar 30 – 35.
Jika program kota vokasi ini memang diarahkan
untuk mengoptimalkan semua tujuannya, terutama sebagai pusat pengembangan ekonomi
berbasis potensi lokal, hal ini akan menjadi satu nilai plus yakni menumbuhkan
minat berwirausaha. Apalagi jika pemerintah kabupaten/ kota tersebut juga
menerapkan kebijakan pembangunan yang bertumpu pada pengembangan
kegiatan-kegiatan industri kreatif atau OVOP (One Village One Product). Selain
memenuhi kadar optimal efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran pembangunan
dalam APBD yang berada pada kisaran 30% untuk wilayah miskin seperti Kabupaten
Kebumen, maka obsesi meningkatkan kapasitas lokal dalam upaya meminimalisasi
pengangguran dan kemiskinan adalah realistik. Demikian juga sebaliknya.
Karena program kota vokasi juga dilakukan oleh
kabupaten/ kota yang selama ini menjadi tujuan utama pencari kerja setingkat
SMK, maka prioritas perhatian dalam mengembangkan program ini sebagai pusat
pendidikan kejuruan dan penyedia jasa tenaga kerja mumpuni akan mengalami
masalah besar. Kabupaten/ kota tujuan utama pencari kerja sektor kejuruan
semisal Jabodetabek, Karawang, Serang, Cilegon, Sukabumi dan lainnya di wilayah
Barat Pulau Jawa cenderung akan lebih mengutamakan lulusan program kota vokasi yang
berasal dari wilayahnya. Ditambah dengan
kondisi aktual industri manufaktur yang cenderung terus merosot dalam beberapa
tahun terakhir tidak akan mudah menerima pasokan tenaga kerja dari wilayah
lain.
Satu hal lain yang sangat menarik dalam
menelusuri efektivitas program kota vokasi adalah dampak sosial yang nampaknya
kurang diperhitungkan dengan cermat oleh pencetus gagasan. Kesenjangan sosial
antar wilayah antar elemen masyarakat akan semakin lebar. Cepat atau lambat,
wilayah-wilayah yang selama ini sebagai tujuan utama para pencari kerja tenaga kejuruan
akan semakin menutup diri karena memprioritaskan potensi lokal. Di sisi
internal kabupaten/ kota yang telah mendeklarasikan diri sebagai kota vokasi
tetapi tidak memiliki cukup kapasitas untuk menyediakan lapangan kerja bagi para
lulusan program kota vokasi yang tidak diserap oleh pasar tenaga kerja di
wilayah-wilayah tujuan utama pencari kerja kejuruan akan mengalami tekanan
sosial yang semakin lama kian membesar. Isu sosial anak emas – anak tiri yang
telah berada di bawah permukaan, tiba-tiba akan berubah jadi sebuah ledakan yang
berdampak sangat luas dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat lokal.
Lain halnya jika penerapan program kota vokasi
sejak awal memang ditujukan sebagai pusat pengembangan ekonomi yang berbasis
potensi lokal. Selain akan mengeliminasi
isu sosial tadi, banyak potensi ekonomi lokal yang mampu menjembatani sejumlah
masalah mendasar sekaligus. Imbasnya akan dirasakan oleh banyak orang dari
berbagai sisi. Pengangguran, kemiskinan dan citra daerah. Seperti ungkapan
almarhum Gus Dur, ”orang tak akan memandang agama atau suku apapun sepanjang
membawa manfaat bagi orang lain”. Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar